Belajar dari Peristiwa Kelabu di Purbaratu

KOLOM0 views

Tasikmalaya. Kesucian Hari Raya Idul Fitri tahun ini ternoda dengan peristiwa yang telah membuat geger warga Tasikmalaya dengan penemuan mayat siswa SD di tepi sungai (30/06/2017) dan satu korban luka lainnya. 

Kebiadaban yang dilakukan pelaku telah membuat semua orang geram dengan peristiwa tersebut. Semua mengutuk pelaku dugaan tindak pidana kekerasan fisik dan seksual terhadap anak dan atau pembunuhan siswa perempuan. Pihak berwajib bersama warga sekitar langsung melakukan penyidikan dan pencarian pelaku berdasarkan barang bukti dan saksi terutama bocah lainnya yang masih hidup.

Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam Polres Tasikmalaya berhasil menangkap pelaku kejahatan yang tenyata masih berusia 15 tahun. Dengan melihat hasil kejahatan yang dilakukannya sungguh mustahil itu bisa dilakukan oleh anak seusianya. 

Pelaku sendiri pun ternyata masih orang yang tinggal dekat korban. Kasus-kasus kejahatan besar seperti ini memang jarang terjadi di Kota Tasikmalaya. Namun dengan adanya peristiwa ini cukup mencoreng sebutan Kota Santri. Bahkan walikota Tasikmalaya, Budi Budiman sampai turun langsung menjenguk ke Rumah Sakit dan ikut menenangkan korban dan keluarganya.

Setelah ditelusuri, berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata motif pembunuhan tersebut adalah murni balas dendam karena pelaku merasa kecewa terutama dengan perkataan paman korban. Paman korban sering menghina pelaku sebagai pencuri. 

Menurut pelaku, hal itu sangat membuat dia merasa sakit hati. Dan sakit itulah yang membuat dia nekad melakukan perbuatan keji tehadap anak di bawah umur sampai meninggal dunia dengan cara membacok tidak beraturan ke tubuh dan kepala kedua korban.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah pentingnya menjaga lisan. Lisan ibarat pedang,ketajamannya mampu mengalahkan ketajaman pedang. Sehingga jika tidak dijaga dengan baik maka akan membinasakan orangnya. Luka fisik bisa diobati tapi luka hati belum tentu bisa diobati. Bagaimana hal yang ditimbulkan lisan seseorang mampu menggerakkan orang yang dikenainya melakukan perbuatan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.

Belum lagi beban psikologis yang timbul dari korban dan keluarganya. Mereka perlu juga mendapat perlindungan. Alangkah baiknya apabila foto-foto korban dan pelaku tidak disebarluaskan dengan bebas di media sosial mengingat pelaku dan korban pun masih di bawah umur. Untuk mengurangi beban dan penderitaan anak-anak tersebut hendaknya masyarakat lebih bijak untuk menjaga kerahasiaan dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor.

Lingkungan yang aman sangat diperlukan bagi anak-anak kita supaya ketika mereka mendapat kejadian yang tidak wajar mereka tidak segan untuk menceritakan kepada orang terdekat atau orang tuanya bahkan aparat negara yang dapat dipercaya.

Hal lain yang kita dapatkan dari peristiwa berdarah tersebut adalah perlunya kontrol masyarakat terutama orang tua kepada anak-anaknya. Predator anak bisa saja orang terdekat kita, karena kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat tapi ada kesempatan. Dengan kehidupan di zaman sekarang bagi orang yang imannya lemah, mereka bisa saja berbuat di luar perkiraan. 

Ketika nafsu sudah menguasai, akal sehat tentu tidak akan berfungsi dan otomatis manusia bisa lebih buas daripada hewan. Na’udzubillah. Hendaknya orang tua dalam hal ini peran keluarga harus lebih diperkuat lagi. 

Pondasi agama merupakan hal pertama yang harus ditanamkan. Karena hanya itulah yang mampu membentengi anak-anak kita dari pengaruh buruk yang ada. Pengawasan orang tua sangat diperlukan terutama dalam pergaulan anak-anaknya.

Setelah kejadian memilukan ini,saatnya semua pihak berbenah diri. Ini adalah tanggung jawab semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak-anak kita tumbuh dengan semestinya. 

Mereka adalah generasi penerus yang harus kita lindungi dan bimbing ke arah yang benar dalam mewujudkan masyarakat yang madani yaitu Indonesia yang sejahtera.

Komentar