Ikrar Antihoax, Netiket dan Fatwa MUI

KOLOM5 views

Kebebasan dalam mengeluarkan pendapat bagi seluruh warga negara Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, hidup di dunia digital serasa dunia dalam genggaman. Namun yang terjadi sekarang adalah kebebasan yang kebablasan. Berita hoax semakin merajalela, saling menghujat, bullying sampai pada penghinaan yang mengatasnamakan SARA.

Perilaku semacam ini adalah dampak negatif dari penggunaan berbagai medsos. Banyak orang yang memanfaatkan media sosial untuk tujuan menyerang pihak lain secera perorangan, kelompok tertentu bahkan sampai memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI. Maraknya dampak negatif akibat penggunaan media sosial, pemerintah telah berupaya untuk meminimalisir hal tersebut dengan mengeluarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang ini pada awalnya untuk melindungi kepentingan negara, publik dan swasta dari kejahatan siber (cyber crime) termasuk didalmnya mengenai pencemaran nama baik, penodaan agama dan ancaman si media online.

Dijelaskan pada pasal 27 ayat (3) UU ITE serta pasal 28 ayat (2) UU ITE , “setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan  atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)” hal tersebut akan dijerat dengan hukum.  Keberadaan Undang-undang ITE tersebut belum cukup efektif membendung semua berita yang menjurus pada hal negatif.  Kekhawatiran tersebut mendorong MUI untuk mengeluarkan fatwa 24 Tahun 2017 perihal Hukum dan Pedoman Bermua’amalah melalui Medsos.

Fatwa yang dibacakan pada hari Senin tanggal 5 Juni 2017 di kantor Kominfo dihadiri pula oleh ketua MUI Ma’ruf Amin serta Menkominfo Rudiantara. Menurut  Asrorun Ni’am Sholeh, ada beberapa poin yang menjadi isi dari fatwa tersebut diantaranya diharamkan medsos itu jika digunakan untuk melakukan ghibah (penyampaian informasi spesifik ke suatu pihak yang tidak disukai), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan. Selain itu juga aksi bullying, ujaran kebencian serta berita bohong (hoax) , menyebarkan materi pornografi itu juga diharamkan. Selanjutnya, ketentuan hukum dalam menggunakan medsos itu selayaknya senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, kebajikan, mempererat persaudaraan serta memperkokoh kerukunan baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah.

Kepedulian MUI dengan mengeluarkan fatwa ternyata sejalan dengan komitmen para guru yang tergabung dalam Forum Guru Menulis. Bertepatan dengan tanggal 24 Mei 2017 di Aula Pendopo kabupaten Tasikmalaya sebanyak 34 orang sebagai perwakilan dari peserta lomba Membuat Artikel Ilmiah Populer dalam rangka HUT Kabar Priangan, mengucapkan ikrar yang dipandu oleh Bapak Asep Tamam. Bunyi Ikrar tersebut adalah

Bismillahirrahmaanirrahiim

“Dengan memohon Ridho Allah SWT, kami yang hadir di tempat ini menyatakan/ mendeklarasikan diri untuk mengindari, menjauhi, dan meninggalkan segala bentuk hoax atau ujaran kebencian dan fitnah yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan kita”

Begitu syahdu dan sepenuh hati para guru yang ikut membacakan ikrar tesebut dengan disaksikan seluruh tamu undangan dan semua yang hadir pada acara tersebut. Ikrar tersebut sebagai salah satu bentuk komitmen dari forum Gumeulis yang notabene adalah para penulis untuk selalu menjaga tulisannya dari segala konten yang seperti terdapat pada ikrar maupun fatwa MUI.

Dimulai dari para anggota Gumeulis ini diharapkan semua pengguna medsos maupun para penulis mampu menularkan virus untuk selalu menjaga isi tulisannya. Karena apa yang mereka tulis sedikit banyak akan mempengaruhi pembacanya. Selain diucapkan pada HUT Kabar Priangan, ikrar ini pun diucapkan menjelang bulan Ramadhan dimana semua umat Islam akan menjalankan ibadah shaum atau puasa.

Puasa artinya menahan, menahan disini bukan hanya menahan makan dan minun tapi juga hawa nafsu dari kemaksiatan tentunya. Puasa juga mengajarkan kita untuk selalu bersabar dan kesabaran mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati. Sehingga pas sekali apabila puasa kali ini kita jadikan momentum untuk senantiasa berhati-hati menjaga lisan kita dari perkataan yang kotor dan sia-sia seperti yang disabdakan Rasulullah SAW “Apabila salah seorang dari kalian berpuasa di suatu hari, maka janganlah ia berkata-kata kotor dan berbuat kesi-siaan. Bila ia caci seseorang atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya saya sedang berpuasa.”(HR. Muslim No 1941). Jelas sekali apabila essensi puasa ini diamalkan dengan benar, siapapun yang menjalankannya akan selalu terjaga lisannya dalam setiap perkataan maupun perbuatannya. Mereka hanya akan berkata yang baik atau diam. Hal ini bisa kita lihat pada orang-orang shaleh yang selalu mengamalkan sunah dimana mereka mengurangi berkata yang tidak ada manfaatnya sama sekali.

Dalam Al-Qur’an pun banyak ayat yang menjelaskan untuk tidak mengumpat, mengadu domba, mencela dan terutama menyebarkan berita bohong seperti yang tertera pada Q.S An-Nur:15 yang artinya “ Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” Firman Allah tersebut menegaskan untuk selalu berhati-hati dan kita pun mempercayai bahwa akan ada dua malaikat yang akan selalu mengawasi kita setiap saat yaitu Malaikat Rakib dan Atid.

Terlepas dari itu, semua peraturan diatas bukan berarti dibatasinya kita dalam mengeluarkan pendapat atau berbicara namun hendaknya membuat kita lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Apa yang kita ungkapkan akan dibaca bahkan bisa mempengaruhi orang-orang yang terhubung dengan kita. Selain itu ketika ada broadcast dari seseorang alangkah baiknya kita menelaah terlebih dahulu atau mencari kebenaran informasinya dari pihak yang bisa dipercaya sebelum kita menyebarkan kepada yang lain (mengshare), jangan gampang terprovokasi dengan berita-berita terutama hoax, penghinaan, menghujat, dan memecah belah persatuan dan kesatuan. Di bulan Ramadhan ini marilah kita sama-sama selain meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, kita juga mengaplikasikan essensi puasa diantaranya untuk menahan diri dari kemaksiatan seperti berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat.

Komentar