Lingkungan Literat Meningkatkan Minat Baca

KOLOM0 views

Meminjam istilah Anis Baswedan, minat membaca bangsa Indonesia saat ini sangat tinggi. Ketika ada SMS dan WA masuk ke HP misalnya, rata-rata dari kita memiliki minat tinggi untuk segera mengetahui isi pesan tersebut. Pertanyaan kemudian apakah isi pesan tersebut berkualitas atau justru berisi pesan yang tidak bermakna (hoaks). Situasi berbeda ketika kita harus membaca sesatu yang memiliki kadar ilmiah dan informasi yang akurat, nyaris tidak ada minta untuk membaca dan memahaminya. Inilah perbedaan minat dan budaya membaca. Untuk menumbuhkan minat dan budaya membaca di kalangan kita perlu dukungan lingkungan literat.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah digulirkan pemerintah sebuah gerakan pembiasaan membaca 15 menit sebelum belajar, seyogyanya menjadi pintu masuk (strarting point) bagi guru untuk memiliki keinginan dan gairah membaca dan menulis. GLS menjadi starting point, karena mendorong peserta didik terbiasa membaca, merangkum, mendeskripsikan, dan membuat jurnal dari apa yang mereka baca. Persoalan yang muncul saat ini adalah bagimana peserta didik memiliki empat kemampuan tersebut ketika sekolah dan guru pun tidak begitu paham terhadap apa dan bagimana GLS tersebut. Fakta di lapangan menunjukkan mayoritas guru dan sekolah/madrasah baru bisa menyediakan waktu 15 bagi anak untuk menuju perpustakaan sekolah, peserta didik membaca buku yang dia sukainya, selesai 15 menit, mereka masuk kelas memulai pelajaran sesuai jadwal, tanpa melalui tahapan GLS di atas (membaca, merangkum, mendeskripsikan, dan membuat jurnal).

Fenomena ini muncul disebabkan lemahnya pemahaman terhadap apa dan bagaimana tahapan GLS tersebut. GLS dipahami hanya sekedar gerakan pembiasan membaca selama 15 sebelum belajar. Pemahaman yang minim terhadap GLS juga ditamah belum adanya dukungan yang maksimal dari perbaagi pihak. GLS belum didukung adanya aturan yang jelas, baik petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun pentunjuk teknis (juknis), belum adanya pelatihan-pelaatihan tentang GLS secara terprogram, yang ada baru sekedar infrormasi dan anjuran dari pihak terkait dan belum ada dukungan buku yang lengkap terhadap perpustakaan sekolah/madsarah.

GLS sebagai bagian dari upaya melahirkan lingkungan yang literat, harus dilakukan melalui proses interaksi antara; guru yang paham akan literasi, komite yang paham literasi, siswa yang paham literasi, masyarakat yang paham literasi, dan pemerintah yang paham literasi. Kita bisa belajar dari model ekologi sosial Bronfenbrenner. Membiasakan litarasi sejak dini tidak bisa dilakukan oleh sekolah dan guru saja, tetapi harus dilakukan melalui berbagai lingkungan, baik makrosystem, exsosystem, mesosystem, dan mirosystem yang kesemunya itu harus berjalan secara sinergis. Dukungan lingkungan yang literat (baik berbentuk fisik, sosial dan idiologi) akan mampu memberikan contoh kepada anak untuk menjadi seorang literat.

Microsistem, berisi tentang setting ruang yang saling berhadapan, dimana anak-anak terlibat secara langsung dengan keluarga, sekolah, dan pusat pembelajaran anak, dokter, dan tempat ibadah. Pengaturan ini adalah untuk mempengaruhi anak secara perkembangan fisik tapi juga secara mental dan system keyakinan, dan selain itu dampaknya dapat sesuaikan dengan kebutuhan atau cara pandang anak.
Mesosystem keterkaitan hubungan antara pengaturan, dimana anak secara aktif sebagai participant. Ini merupakan keterpaduan antara 2 pengaturan dalam mikrosystem. Contoh keterpaduan anatar rumah dan pusat pembelajaran anak. Hal ini diharapkan adanya kesamaan harapan dan nilai di rumah dan pengelola pusat pembelajaran anak dalam rutinitas anak sehari hari secara siaga. Contohnya anak terkadang tidak diperhatikan kesiapan di sekolah, pusat pembelajaran anak, atau pra sekolah seperti kemampuan dalam mengerut pencil, menggunting, memasang kaos kaki yang dapat berakibat menghambat aktivitas pekerjaan anak.

Selajutnya Exosystem yaitu keterkaitan antara pengaturan 2 atau lebih. Dalam hal ini anak tidak terlibat secara langsung dalam pengaturan tetapi dipengaruhi oleh microsystem dan mesosistem. Ekosistem antara lain mempengaruhi anak melalui anggota keluarga seperti lingkungan kerja orang tua, relasi sosial orang tua, pengaruh lingkungan orang tua.

Macrosystem yaitu masyarakat yang luas dan lingkup budaya. Model ini menggabungkan ruang nilai dan sistem keyakinan budaya di dalamnya bahwa kehidupan masyarakat yang terorganisir dan di dalamnya terdapat keluarga, sekolah, tempat ibadah, organisasi sosial dan institusi negara.

Ketika semua lingkungan sudah literat, minat dan budaya membaca akan meningkat, karana paningkatan kemampuan literasi sesungguhnya dimulai dari membangun lingkungan yang literat.

Komentar