Menakar PJJ, Sebuah Refleksi Kegalauan

KOLOM0 views

Oleh : Nana Suryana
Dosen IAILM Tasikmalaya

Minggu kedua bulan Juli ini menjadi awal tahun pelajaran baru 2020/2021 bagi sekolah/madrasah. Lazimnya setiap memasuki tahun ajaran baru, sekolah/madrasah disibukkan dengan masa penerimaan calon peserta didik baru, persiapan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah, pembagian tugas mengajar dan wali kelas, dan lain sebagainya. Di pihak lain orang tua disibukkan dengan mendaftarkan anaknya, membeli segala perlengkapan bagi anak masuk di sekolah/madrasah baru (seragam, buku, sepatu, dan sejenisnya).
Tahun ini ada yang berbeda, pemberlakuan tahun ajaran 2020/2021 berlangsung ditengah pademi covid-19. Hal ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan pendidikan. Dampak yang sangat terasa adalah proses pembelajarannya harus dilakukan secara daring. Guru dan peserta didik sama belajar dengan ruang dan tempat yang saling berjauhan, sama-sama menggunakan perangkat elektronik (laptop, HP, atau tablet). Semua butuh dukungan biaya, kemampuan mengoperasikan media IT, dan sinyal.
Guna menjunjang keberlangsungan pembelajaran ini pemerintah telah mengelurkan peraturan dan panduan, salah satunya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2791 Tahun 2020 Tentang Panduan Kurikulum Darurat Pada Madrasah. Merujuk pada keputusan tersebut ada pertimbangan dikeluarkannya kurikulum darurat yaitu bahwa negara menjamin seluruh lapisan masyarakat untuk mendapat layanan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas, termasuk pada masa darurat covid-19; dan bahwa dalam rangka menjamin terselenggaranya pendidikan dan pembelajaran di madrasah pada masa darurat covid-19 perlu disusun kurikulum darurat pada madrasah, agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.
Yang menarik dari pertimbangan dikelurkannya keputusan tersebut adalah kalimat agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien. Mengapa menarik? Dalam teori pendidikan sebuah proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien ketika didukung banyak faktor yaitu, tujuan, tenaga pendidikan dan kependidikan yang profesional, kurikulum yang adaftif, pengelolaan yang baik, keuangan yang baik, dan sarana prasanara yang lengkap. Di era pemberlakukan PJJ nampaknya kata efektif dan efisien sulit tercapai.
Dalam KBBI efektif meliliki banyak arti antara lain; ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan); Sedangkan efisien adalah tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya); mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat; berdaya guna; bertepat guna. Pertanyaan kemudian apakah PJJ di era ini bisa efektif dan efisen? Kita simak dialog berikut ini.
Dialog 1
Bu lagi nunggu siapa…? Nunggu anak-anak pak… Mau kemana gitu..? Kok nunggunya di musholla…? Mau luring pa…kok luring di sini, nggak di sekolah? Kalau di sekolah kami kena tegur pak. Ooh. Seketika keningku mengkerut, bukan karena usia sih….tapi mencoba menebak-menebak (namanya nebak, bisa benar bisa salah kan…). Kok bisa sebuah proses investasi besar untuk masa depan dilaksanakan “seolah-olah” asal (inget…ini hanya menebak!). Lalu siapa yang harus bertanggungjawab? (Nebak juga) ahhh….entah lah namanya juga nebak.
Dialog 2
Koh…….sampai jam berapa toko ini buka? Sampai jam 18.00, jawab si Engkoh (pemilik toko kelontongan di salah satu jalan protokol sebuah kota). Emang jam berapa tadi buka? jam 09.00 jawabnya. “Sekarang kan lagi New Normal, jadi kita boleh buka toko dari jam 09.00-18.00″, tambahnya. Kok dibatasi? Itu dalam rangka memutus penyebaran virus corona. Oooh.
Dialog ke 3
Bu…boleh nggak kami nitip mahasiswa yang mau Praktek Profesi Kegruan? (tanya saya ke bu waka (wakil kepala) kurikulum sebuah sekolah. Boleh pak…jawabnya. Cuma maaf pak…mungkin pelaksanaan praktek ngajarnya nggak maksimal. Kenapa gitu bu? Tanya saya. Bu waka menjawab, ” sekarang kan lagi era New Normal, jam pelajaran pun dibatasi dari jam 07.00-11.00. Bagi sekolah/madarsah di zona hijau bisa dilaksankan pembelajaran tatap muka. Itupun guru dan siswa dalam satu ruangan tidak boleh bergantian, Satu hari bisa hanya satu guru satu mata pelajaran”. Sementara bagi sekolah/madrasah di zona biru apalagi merah tidak bisa melakukan pembelajaran tatap muka, harus dengan pembelajaran jarak jauh (daring). Biar apa bu, tanyaku? Ikhtiar memutus penyebaran covid-19. Ooh. Secara matematis mana jam buka yang lebih lama, toko yang berorientasi bisinis/ekonomi atau kelas yang berorientasi pendidikan?
Dari dialog-dialog di atas sayapun mencoba menebak akankah PJJ berjalan efektif dan efisien. Belum lagi kalau kita menilik di daerah 3 T (Terdepan, terpencil dan Tertinggal). Entah lah.

Komentar