Nilai-nilai Edukatif Mudik

KOLOM0 views

Mudik kaya akan nilai-nilai pendidikan yang patut dijadikan pelajaran berharga bagi kita, antara lain: Pertama, sebelum mudik tentu setiap pemudik harus mempersiapkan segala sesuatunya agar perjalanan mudiknya lancar. Bagi yang berkendaraan pribadi, pengecekan kesiapan kendaraannya merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Persiapan bekal, baik untuk digunakan selama mudik maupun selama di kampung halaman mesti direncanakan dan dipersiapkan secara matang. Persiapan ini juga sangat berlaku bagi perusahaan-perusahaan dan instansi-instansi swasta, serta dinas-dinas pemerintahan yang menyediakan jasa angkutan yang bersifat massal, seperti bis, kereta api, kapal laut, kapal terbang. Persiapan yang kurang matang bagi angkutan massal ini seringkali menimbulkan kerugian besar dan fatal, bisa muncul kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban luka ringan, berat, sampai yang meninggal dunia.

Bagi muslim, dalam hidup ini senantiasa harus disibukkan oleh berbagai persiapan, terutama persiapan bekal amal shalih selama hidup di dunia menuju kehidupan akhirat yang kekal. Bekal hidup yang terbaik adalah takwa (Al-Baqarah: 197). Maka sangat tepat jika ada sebuah ungkapan Bring supply when you go, bring charity when you die (Bawalah bekal ketika Anda pergi, bawalah amal ketika Anda mati). Sukses dalam mengumpulkan amal shalih ketakwaan, niscaya akan sukses pula dalam mencapai ridha-Nya.

Kedua, perjalanan mudik mendidik manusia untuk bersabar. Antrian manusia, kendaraan yang panjang dan bersesak-desakan serta lamanya perjalanan menguji manusia untuk tetap bertahan dalam kesabaran. Manusia tidak akan menerobos jatah dan jalan orang lain. Sekali melakukannya, maka akan fatal akibatnya, bisa merugikan dan mencelakakan diri dan orang lain. Bagi orang yang sabar, bisa jadi kemacetan kendaraan dinikmati dan disikapi dengan senang hati, tidak lantas kesal, menggerutu dan mencaci maki orang lain. Bagi polisi lalu lintas, kesabaran dalam mengatur arus lalu lintas kendaraan merupakan ujian yang tidak ringan. Teriknya matahari dan dinginnya malam tidak menghilangkan semangat mereka dalam membantu para pemudik agar perjalanannya lancar. Beruntunglah bagi orang yang sabar dan merugilah bagi orang yang tidak sabar. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 153). Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155).

Ketiga, mudik mendidik manusia untuk berdisiplin. Mudik mendidik orang untuk menaati segala peraturan yang ada di jalan raya. Jika para pemudik mematuhi segala peraturan, maka perjalanan mudiknya dijamin lancar dan selamat. Bagi pengendara motor misalnya, kedisiplinan itu berupa: memakai helm, memakai jaket pelindung badan, mempunyai STNK dan SIM, dan mengetahui rambu-rambu lalu lintas. Para pemudik harus mengindahkan segala peraturan lalu lintas yang ada. Bagi umat Islam, ketaatan kepada aturan dan norma merupakan sebuah kewajiban. Terlebih lagi ketaatan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Firman Allah SWT dalam Surat An-Nur ayat 54: Katakanlah: “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul….
Keempat, mudik dapat meningkatkan dan mempererat tali silaturahim. Betapa para pemudik jika sudah tiba di tempat tujuan, mereka saling bermaaf-maafan, saling bertegur sapa, saling menasehati, dan saling melepas kerinduan untuk bertemu dengan sahabat-sahabat, dengan saudara, terlebih dengan orangtua. Orang-orang yang selama ini jarang bertemu karena dipisahkan oleh perantauan, akhirnya berkumpul bersama. Betapa nikmatnya bersilaturahim. Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Firman-Nya: “… (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa: 1). Sabda Rasul SAW:Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim. (H.R. Bukhari-Muslim).

Kelima, dari segi ekonomi, mudik merupakan fenomena yang dapat menggiatkan roda perekonomian masyarakat di kampung halaman. Para pemudik diyakini membawa bekal sejumlah uang. Uang itu pastinya akan dibelanjakan/digunakan selama di perjalanan dan di kampung halamannya. Secara otomatis ketika uang tersebut dibelanjakan di kampung halamannya, maka roda perekonomian masyarakat akan menggeliat, perputaran uang akan semakin meningkat, dan keuntungan masyarakat semakin berlipat. Di samping berbelanja, para pemudik juga sering membagikan zakat dan infaqnya secara langsung dalam bentuk uang kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa teringankan beban hidup dengan adanya pemberian zakat dan infaq dari para pemudik. Harus disadari oleh para pemudik bahwa saling membantu merupakan perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan (Q. Al-Maidah: 2). Apalagi nilai pahala dan balasan zakat/infaq yang sangat berlipatganda (Al-Baqarah: 245 dan 261).

Keenam, akhirnya mudik merupakan salah satu sarana atau jalan untuk lebih mendekatkan diri dan berbakti kepada orangtua yang selama ini ditinggalkan oleh para pemudik. Kerinduan akan bertemu dan meminta maaf pada orangtua akan mengalahkan jauhnya jarak mudik dan lelahnya mereka selama dalam perjalanan mudik. Sejauh-jauhnya pemudik merantau, mereka akan memaksanakan diri untuk pulang karena motivasi tinggi ingin bertemu dengan orangtuanya. Pemudik yang notabene merupakan anak yang merantau, memohon maaf, bercengkrama, melaporkan kondisi di perantauan, bahkan tak jarang memberikan sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan hati orangtua, baik berupa barang, uang, maupun ilmu, sebagai tanda balas jasa atas kebaikan orangtuanya. Dalam Islam, wajib hukumnya berbuat baik pada kedua orangtua (Al-Isra: 23, Luqman: 14).

Komentar