Oleh : Pradit Asira Septian
Siswa SMAN 4 Cimahi
Digital Native adalah sebutan untuk orang yang lahir di era digital. Yang dimana pada Abad ke-21, teknologi berkembang sangat pesat. Pesatnya perkembangan zaman harus diikuti dengan tingkat kemampuan tiap individu. Dimana tiap individu harus memiliki kemampuan 4C, yaitu Collaboration, Communication, Creativity, and, Critical. Di era disrupsi ini terjadi beberapa dekadensi salah satunya yaitu, dekadensi kompetensi komunikasi.
Hal itu terbukti menurut (Sirajul, dkk 2021). Bahwa Gen Z tidak sedang baik-baik saja. Melihat realita yang ada di lapangan, semacam ada gangguan komunikasi yang bisa dari makna komunikasi itu sendiri. Hal tersebut disebabkan dengan adanya warga kurang berinteraksi ketika bertemu langsung dalam situasi seperti pertemuan warga, hampir setiap orang lebih memilih memainkan gawainya, ketimbang bercakap-cakap langsung. (Rizqi dan Pradana, 2018). Selain itu penyebab menurunnya komunikasi adalah dalam kehidupan sosial yang menyatakan bahwa “Waktu tiga atau empat jam habis di depan komputer tetapi tidak dengan keluarga, suami atau istri, dan masyarakat” (Severin, 2014).
Jika pemimpin memiliki komunikasi yang baik, maka akan memunculkan pengaruh positif. Selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti secara parsial dan simultan. Kualitas komunikasi kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Koefisien determinasi diperoleh sebesar 65,3% dari kinerja karyawan yang dapat dijelaskan oleh komunikasi (Marceline, dkk, 2021). Karakter kepemimpinan merupakan landasan bagi suatu bangsa, sehingga dapat membawa perubahan yang lebih baik. Peran pemimpin menjadi hal yang sangat penting, pemimpin harus memiliki sikap bijaksana dalam mengambil keputusan, sehingga memberikan dampak keadilan bagi seluruh masyarakat tanpa keberpihakan.
Generasi Digital Native, dimana generasi ini selalu dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang selalu berubah dengan pesat. Sesuai dengan data pada tahun 2017, pengguna internet di indonesia mayoritas berusia 19-34 tahun yaitu sebanyak 49,52% (Apji, 2017). Dari data tersebut terlihat bahwa hampir sebagian pengguna internet di indonesia adalah orang-orang yang lahir setelah tahun 1980, yaitu Generasi Digital Native atau biasa dikenal sebagai Generasi Zillenial (1996-2009). Pada kenyataan ini, Generasi Digital Native menjadi fokus tersendiri, bagaimana kita menyikapi perubahan yang ada secara signifikan, seperti munculnya media internet sebagai alat komunikasi baru dan teknologi.
Munculnya beberapa teknologi menjadi sebuah bentuk perubahan dalam aspek manapun, baik sosial, budaya, dan perubahan karakteristik setiap individu. Generasi Native harus menjadi pemimpin yang peduli dengan perkembangan individu serta memberikan perubahan. Kepemimpinan dalam era ini memberikan dukungan kepada anggota tim untuk mencapai potensi terbaik mereka, seorang pemimpin harus mampu mentransformasikan karakter, memberikan perubahan strategis, dan efektif mengelola resources. Sejalan dengan teori Vroom dan Yetton mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik dan faktor lingkungan. Komponen utama dalam efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan tujuan organisasi.(Ghufron, G. 2020).
Pemimpin dituntut untuk fokus terhadap berbagai macam sektor, baik sektor ekonomi, sosial, hingga kebersihan lingkungan. Fokus saya khususnya di Kota Bandung, Jawa barat, terhadap sektor kebersihan lingkungan. Ini masih menjadi PR
bagi semua orang, saya memiliki konsen kepada sektor kebersihan lingkungan di Kota Bandung, dimana setiap sudutnya terdapat banyak sekali sampah bertebaran, tanpa adanya reycle. Hal itu dapat menimbulkan bencana alam seperti banjir, polusi udara, hingga lainya.
Menjadi pemimpin, harus memiliki inovasi serta solusi untuk mengatasi masalah seperti diatas. Sebagai orang yang lahir di Generasi Digital Native saya memiliki inovasi dengan memanfaatkan perubahan lingkungan yang terjadi akibat perkembangan teknologi, salah satunya ialah mengolah bahan padatan organik untuk menjadi kompos. Selain itu pemanfaatan sampah dapat dilakukan dengan cara pembakaran, yang menggunakan teknologi insinerator sehingga dapat mereduksi sampah hingga mencapai 90% dan menyisakan residu 10% berupa abu.
Sejalan dengan teknologi insenerator yang sudah dimanfaatkan pada kota Jakarta, bahwa teknologi insenerator dapat menghancurkan semua jenis sampah dan hanya menyisakan 10% residu. Residu sisa hasil pembakaran sampah berupa abu akan dibuang ke TPA. Jakarta merupakan salah satu kota yang sedang merencanakan pemanfaatan insenerator semacam ini (Dinsih, 2014). Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran, dapat digunakan sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, sebagai tanah urug, sebagai campuran bahan konstruksi (batu bata, paving block, dsb). Dengan adanya teknologi seperti di atas, sampah dapat berkurang sehingga menciptakan lingkungan Kota Bandung yang bersih.
Pemimpin harus memiliki kesadaran yang tinggi tentang isu-isu sosial dan lingkungan, yang terhubung dengan berbagai gerakan sosial dan lingkungan, melalui media sosial dan internet. Sehingga memungkinkan mereka untuk berbagi informasi, menyuarakan keprihatinan, dan berpartisipasi dalam aksi nyata.
Indonesia membutuhkan generasi penerus sebagai pembawa perubahan untuk bangsa ini, khususnya menerapkan konsep sirkular ekonomi, serta dapat mendorong upaya pengelolaan sampah dan limbah berkelanjutan, yang dibekali dengan kepahaman teknologi, leadership, serta komunikasi. Hal ini akan memfasilitasi anak muda sebagai generasi perubahan bangsa yang memiliki perspektif dalam sektor sosial, ekonomi, serta lingkungan hidup. Sehingga menjadi komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan sebuah bangsa. Karena itu generasi muda harus memiliki pemikiran kritis, pengetahuan teknologi, komunikasi yang baik, serta memberikan inovasi. Sebab kemajuan bangsa dapat dilihat dari keberhasilan generasi mudanya untuk melakukan perubahan-perubahan yang positif.
Komentar