Saatnya Pemimpin Belajar dari Umar bin Khatab

KOLOM1 views

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mentapkan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden tanggal 17 April 2019 yang akan datang. Ada dua pasang calon presiden dan wakil yang akan bertarung memperbutkan kursi nomor 1 dan 2 di Indonesia; Joko Widodo Ma’ruf Amin (Paslon No. 1) dan Prabowo Subianto Sandiaga Uno (Paslon No. 2). Saat ini kedua pasang calon ini tengah berkampanye menarik simpati masyarakat. Tentu sebagai warga negara Indonesia siapapun memiliki hak yang sama di hadapan hukum untuk mencalonkan sebagai calon presiden dan wakilnya, yang penting memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang dan Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018. Toh akhirnya rakyatlah yang menentukan pilihannya. Siapa pun presiden dan wakilnya terpilih di tahun 2019 ini, pertanyaan kemudian apakah presiden tersebut mampu menjadi pemimpin untuk semua masyarakat, melindungi dan melayani msyarakat?

Menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah, selain dibutuhkan leadership, pemimpin harus kuat iman dan takwanya, sehingga menjadi teladan dan benar-benar bisa bekerja sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat kekayaan rakyat. Ketika seorang pemimpin tidak menguatkan iman dan takwanya, maka ia akan berada dalam situasi tertekan oleh berbagai kepentingan, pada saat yang sama rasa cinta terhadap kursi jabatan kian menguat (Cholis Akbar: 2014).

Saatnya Belajar pada Umar bin Khattan
Syeikh Khalid Muhammad Khalid sebagiaman dikutip Cholis Akbar (2014) menjabarkan kepemimpinan salah seorang khalifahrasulullah SAW yakni Umar bin Khattab ra. Umar bin Khattab sosok pemimpin yang tidak melakukan banyak rekayasa pencintraan terhadap dirinya. Beliau hadir dan mensolusikan secara nyata setiap persoalan yang menimpa seluruh rakyatnya. Umar bin Khattab ra. Memiliki lima gaya kepemimpinan yang dapat dijadikan pelajaran oleh pemimpin di negeri tercinta ini.

Pertama, Musyawarah. Umar bin Khattab ra. tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota masyarakat lain. Ketika ia meminta pendapat mengenai satu urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan. Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.

Kedua, ‘APBN’ untuk Rakyat. Semua kekayaan negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan jaman. Umar mendirikan tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga membangun kota-kota untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya. Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan atau keuntungan dari ‘APBN’ untuk kesenangan diri dan keluarganya. Umar hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak tertarik dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia yang mudah kagum dengan harta benda.

Ketiga, Menjunjung tinggi kebebasan. Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata pada dirinya sendiri, “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?” Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan. Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat sederhana dan bersifat universal. Kebebasan menurutnya adalah kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.

Keempat, Siap mendengar kritik. Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakyatnya, orang itu bersikeras dengan pendapatnya dan berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah.” Dan, orang itu mengatakan hal itu berulang kali. Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin!” Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata, “Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.”

Kelima, Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya. Di kalangan umat Islam Umar adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Tengah malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi rakyatnya. “Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,” begitu mungkin pikirnya. Begitu ia menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke Baitul Maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut. Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini. Bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia ‘blusukan’ malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar dilihat orang. Jika lima hal di atas diterapkan presiden hasil pemilu 2019, insya Allah dapat membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa Balda al-Thoyyibatun Warobbu Al- Ghafuur. Amin.

Komentar