Seminar Nasional Pendidikan Islam: Belajar Nilai Melalui PAI dan Merdeka Belajar Pendidikan Agama

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Kota Tasikmalaya menyelenggarakan Seminar Nasional Pendidikan Islam, Sabtu (28/12-2019), di Aula DPRD Kota Tasikmalaya Jalan RE. Martadinata No. 334 Panyingkiran Indihiang Kota Tasikmalaya. Seminar dihadiri kurang lebih 150 peserta guru agama Islam TK, SD, SMP, SMA/SMK.

Seminar itu menghadirkan dua pembicara nasional, yaitu Direktur Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Pusat, Dr. H. Rohmat Mulyana, M.Pd. dan Ketua Umum AGPAII, Dr. Mahnan Marbawi. Hadir pada acara pembukaan Jajaran pengurus AGPAII pusat, provinsi, dan Kota Tasikmalaya, Kasubag TU Kemenag Kota Tasikmalaya, Kabid GTK Disdik Kota Tasikmalaya, dan para pengawas PAI.

Dalam sambutannya, Kasubag TU Kemenag Kota Tasikmalaya, H. Yayan Herdiana, menyambut baik terselenggaranya acara ini. Ia juga menyinggung empat permasalahan yang dihadapi saat ini berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam, yakni kuantitas, kualitas, kesejahteraan, dan pemerataan.

Sementara itu Kabid GTK Disdik Kota Tasikmalaya, Drs. H. Asep Sudrajat, dalam sambutan sekaligus membuka acara, mengaku gembira dengan adanya seminar ini. Bahkan beliau mengajak AGPAII Kota Tasikmalaya untuk mengajukan program yang berkaitan dengan Peningkatan Pendidikan Agama Islam ke Disdik Kota Tasikmalaya, sehingga nantinya program-program itu akan disinergikan dengan program lainnya di tingkat kota.

Wakil Ketua AGPAII Provinsi Jawa Barat, H. Syamsudin turut mendukung acara ini. Acara ini sebagai ajang silaturahmi, pemberian motivasi dan inspirasi, sekaligus sebagai upaya menjaring atau menampung berbagai keluhan atau curhatan para guru agama, sehingga pada tataran selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait.

Tiba pada acara inti seminar yang dimoderatori oleh Drs. H. Endang Zaenal, M.Pd., pembicara pertama Dr. H. Rohmat Mulyana, M.Pd. mengawalinya dengan latar belakang ia senang menulis buku sekaligus memaparkan secara umum isi buku karyanya yang berjudul Model Pembelajaran Nilai Melalui Pendidikan Agama Islam (PAI) plus menjelaskan tentang merdeka belajar pendidikan agama.

Bukunya ditulis bermula ketika ia mengambil program Pascasarjana (S2), melakukan riset PAI di sejumlah sekolah terutama riset tentang pembelajaran PAI.

Dalam pandangannya, belajar nilai itu bukan belajar harga seperti dalam belanja, tapi belajar menanamkan makna dari setiap peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat pembelajaran adalah pertemuan makna atau nilai. Perspektif nilai akan lebih tajam ketika dikaitkan dengan analisis akhlak, moral, dan agama.

Model pembelajaran nilai membuka proses pembelajaran nilai dari kasus sosial atau kejadian alam. Secara prosedural terdiri dari: Narasi peristiwa, Identifikasi nilai, Literasi Norma, Afiksasi pemahaman, dan Internalisasi nilai.

Terkait dengan merdeka belajar seperti yang didengungkan Mendikbud, sebenarnya itu membuka ruang kognisi berpikir kritis (critical thinking). Ruang berpikir lebih bebas dan kreatif. Anak didik difasilitasi agar kemampuan berpikir kritisnya berkembang. Namun demikian, ketika berpikir kritis berkaitan dengan baik buruk benar salah, maka guru agama berperan sebagai hakim garis yang membatasi berpikir anak dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama itu harus dikonservasi. Hadirnya guru dalam pembelajaran agama tetap menjadi sangat penting. Perlu diingat pula bahwa pengembangan berpikir kritis peserta didik harus dibarengi dengan perubahan mindset guru.

Sesungguhnya dalam merdeka belajar kita ingin memperluas cakrawala berpikir anak. Dalam hal salat misalnya. Biarkan anak berpikir tentang mengapa kita harus salat, apa akibatnya jika tidak salat, apa untungnya kita salat, ada orang salat tapi perilakunya buruk, dan lain-lain.

Pada akhirnya, apabila berpikir kritis peserta didik sudah terbiasa dikembangkan, maka ini akan mendorong mereka memiliki pemikiran yang matang, lebih bijak, lebih cermat, dan memiliki pandangan yang moderat.

Sementara itu, pembicara kedua, Dr. Mahnan memaparkan tentang peran guru agama yang menjadi garda terdepan dalam menjaga moral bangsa. Sehebat apapun perkembangan teknologi, ada empat peran guru yang tak dapat tergantikan, yaitu menjaga nilai, menanamkan nilai, mendoakan anak didik, dan keteladanan. Keempat peran inilah yang seharusnya ditumbuhkan, dikembangkan, dan dimiliki oleh setiap guru agama, sehingga nilai-nilai agama yang diharapkan terinternalisasi dalam diri peserta didik akan terwujud dengan baik.

Pada sesi terakhir setelah kedua pembicara menyajikan materinya, dibuka tanya jawab atau dialog. Dalam dialog itu terungkap pertanyaan dari para peserta tentang: sertifikasi dan inpasing, data base guru agama yang belum terintegral dalam satu aplikasi (masih ada EMIS, Simpatika, Siaga, PPKB), guru honorer, PPG dan tindak lanjut kelulusan pretest PPG, peran AGPAII, dan lain-lain. Semua pertanyaan, keluhan dan curhatan guru agama direspon atau dijawab Pak Direktur dan Ketum AGPAII dengan baik dan komprehensif.

Menjelang duhur acara seminar selesai dan diakhiri dengan foto bersama panitia, peserta serta pembicara.

Komentar