Tamsil Mangkuk, Madu, dan Rambut

KOLOM0 views

Seandainya Allah SWT. tidak memberikan keimanan kepada kita mungkin kita juga sudah menjadi pengikut setia setan yang tidak segan-segan memberangus keikhlasan dan memupuk keserakahan kita. Manusia adalah makhluk yang tidak berdaya dan menyerah kepada nafsu dunia. Oleh karenanya manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Kehidupan yang seimbang akan membuat manusia sukses dan bahagia dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepadmu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia ….” (QS. al-Qoshos ayat 77).

Kehidupan yang baik akan diraih dengan iman meskipun menjalani iman tidak semudah membalikan telapak tangan. Perjalanan iman harus mampu menaklukan syahwat akan harta, wanita, anak, dan kekuasaan. Inilah cobaan terbesar manusia seperti firman Allah SWT dalam QS. Ali-Imran ayat 14 “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)’’.

Menaklukan dunia bukan berarti memilikinya dan menghindarinya. Tetapi mampu menggunakan dan mengatur dunia agar bisa dimanfaatkan di jalan Allah dan mempermudahkan kita taqorubilallah. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Qs berkata, “Dunia itu khadam (pembantu)mu dan kamu khadam (pembantu tuhan)mu. Inilah perumpamaan yang keluar dari diskusi nabi Muhamad SAW dengan para sahabatnya ketika bertamu di rumah sahabat Ali KW.

Diceritrakan suatu ketika rasulullah SAW. bersama Abu Bakar, Umar, dan Ustman bertamu ke rumah sahabat Ali KW. Setibanya di rumah, Fatimah menghidangkan madu dalam sebuah mangkuk yang cantik. Namun dalam semangkuk madu itu terdapat sehelai rambut tercelup di dalamnya. Kemudian rasulullah meminta sahabat-sahabatnya membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut. Nabi berkata, “silahkan Abu Bakar terangkan apa perbadingan antara ketiganya!’’. Kemudian Abu Bakar menjawab; “iman itu lebih cantik dari mangkuk cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut’’. Setelah itu giliran Umar yang berpendapat. Menurutnya, “kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk ini, seorang raja lebih manis dari pada madu ini dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.

Sebagai seorang bijaksana dan berilmu sahabat Utsman bin Affan berkomentar, ‘’ilmu itu lebih cantik dari mangkuk cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut’’. Sebagai tuan rumah sahabat Ali bin Abi Thalib berkata, ‘’tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari pada madu, dan membuat tamu seneng sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti selehai rambut’’. Sayyidah Fatimah sebagai perwakilan perampuan mengibaratkan ketiganya dalam kerangka kewanitaan. Menurutnya, “seorang wanita itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini. Wanita yang menutupi aurat lebih manis dari madu, dan mendapatkan wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut.

Setelah para sahabat mengemukakan pendapat, giliran rasulullah SAW bersabda, “seorang yang mendapat taufik untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari neniti sehelai ramput. Seolah rasullah SAW merangkum dari pendapat para sahabat. Rasul menengaskan bahwa inti kehidupan dan amal ibadah seseorang adalah keikhlasan. Kemampuan manusia beramal tidak lain adalah taufik darinya.

Malaikat Jibril juga turut urun rembug dalam diskusi tersebut. Menurutnya “menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari mangkuk ini, menyerahkan diri, harta dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan usaha mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut. Allah SWT berfirman ‘’sorga-Ku lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, nikmat surga lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku lebih sulit dari meniti sehelai rambut’’.

Untuk memiliki inti kehidupan (keikhlasan) sebagai mana disabdakan rasulullah kita perlu alat untuk meraihnya. Rasul telah menyampaikan bahwa kalimat laa ilaaha illalah adalah kalimatul ikhlas, sebuah kalimat yang akan mampu melahirkan manusia-manusia ikhlas. Allah SWT berfirman ‘padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat’. (QS. al-Bayinah : 5).

Komentar